Gambar
KONDISI PANIAI.

Menyimak situasi masyarakat di Kota Enarotali dan masyarakat Paniai pada umumnya tentu tidak terlepas dari situasi yang sedang di alami masyarakat di seluruh Papua.  Akibatnya issu perang yang muncul   pada bulan Agustus 2011  antara TNI-POLRI dan TPN/OPM telah mengorbankan ribuan warga umat/jemaat kami di Kabupaten Paniai. Peristiwa peristiwa ini bukan saja telah memakan korban jiwa dan harta benda tetapi juga telah menimbulkan rasa trauma dan ketakutan yang mendalam dari warga gereja kami. Ketakutan akan kelangsungan hidupnya, kelangsungan akan kehidupan anak – anak, istri dan takut kehilangan harta benda bahkan  telah terjadi pengungsian besar besaran yang terjadi sebanyak 2340 kepala keluarga dan kembali pada bulan akhir September dan Oktober, ternak  babi besar dicuri sebanyak 500 ekor  dan yang lain masak masyarakat sendiri sebanyak 44 ekor babi, kelinci sebanyak 450 dicuri sedangkan 126 masak pemilik, dua ekor sapi bunuh lalu tinggalkan, dan 363 kebun dicungkil  babi bersama pencuri, kembali dari tempat pengungsian masyarakat sipil mulai mengalami kelaparan begitu hebat mulai bulan September sampai keprihatinan ini dikeluarkan.  Umat/jemaat kami di Kabupaten Paniai yang telah meninggal di tempat pengungsian sebanyak 30 warga jemaat dan 47 umat/jemaat yang pulang dari tempat pengungsian berobat di rumah sakit. umat/jemaat kami terutama, ibu-ibu yang berbadan melahirkan anak dalam perjalanan 1 orang  dan dalam gua batu 1 orang di tempat pengungsian 1 orang melahirkan  anak.

Menghadapi banyak TNI / Brimob yang dikirim Papua  terutama Paniai  pasukan Brimob dari Kelapa II Jakarta pada bulan Agustus dan yang lain dari Kalimantan pada bulan Nopember, kedatangan Brimob tersebut datang dalam kondisi lengkap dengan atribut militer dalam situasi perang patrol di tengah masyarakat yang berkebun, pasar dan di rumah-rumah pada bulan Nopember yang  hendak terjadi kontak antara TNI/POLRI dan TPN-OPM belakangan ini di  Kabupaten Paniai telah berdampak pada:

  1. Kebanyakan masyarakat sipil Paniai menjadi resah dan takut bertanya-tanya kepada tokoh-tokoh agama untuk mengungsi yang kedua kali telah membuat reaksi masyarakat pada bulan Nopember dan Desember.
  2. Munculnya ketakutan di kalangan umat/jemaat gereja dan masyarakat menjelang 1 Desember.
  3. Kami mendapat laporan dari umat/jemaat kami bahwa pasukan Brimob pun bertanya-tanya kepada masyarakat sipil: melalui jalan mana menuju ke Eduda sekalipun aparat keamanan setempat tahu jalan menuju ke Eduda dan kampung Eduda pun sekalian publik alias ada di depan mata.
  4. Pasukan Brimob pun melakukan pemeriksaan ke rumah-rumah masyarakat sipil dibeberapa kampung Kogekotu (Enarotali), Bapouda (Enarotali) Ipakie, Uwibutu dan Madi.
  5.  Mereka masuk rumahpun dengan sikap tidak terpuji karena mereka merusak pintu, jendela rumah masyarakat sipil dan pintu pagar Gereja serta menghamburkan semua barang yang ada dalam rumah-rumah tersebut.
  6. Mereka menyita barang-barang milik masyarakat berupa parang, pisau, gergaji, martelu, mematahkan anak panah dan jubi, sampai umat kami  tidak mencari kayu bakar untuk masak makanan bagi keluarga untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka.
  7. Dalam kondisi tersebut di atas, sebagai pimpinan Gerej-Gereja Paniai merasa berdukacita atas tertembak sejumlah umat/jemaat kami di Degeuwo  yang telah meninggal akibat peluruh besi pada tanggal 13 Nopember.
  8. Masyarakat sipil menjadi korban sasaran
Nama                     : Yulianus Yeimo, S.Sos
Umur                     : 46 tahun
Agama                   : Kristen Protestan
Pekerjaan               : Pengawai negeri sipil (Guru SD Dagouto
Jenis Kelamin        : Laki-Laki
Suku                      : Me
Lokasi tempat kejadian      : ujung lapangan kogekotu/awabutu
Pemupukulan   : kena bagian depan hidung keluar darah, mulut mengalir darah seperti air
Tanggapan masyarakat terhadap peristiwa; tanggal 24 nopember 2011. Jam 03.00 korban naik di Bobaigo dan kasih turun bendera merah putih yang dikibarkan oleh Brimob pada tanggal yang sama jam 08.00 WPB.
Nama  : Yulianus Kudiai
Umur  : 29 Tahun ( Dagouto, 30 Juli 1989)
Jenis Klamin  : laki-laki
Suku  : Mee
Pekerjaan  : Petani
Agama  : Kristen Protestan
Ketika Brimob sampaikan kepada masyarakat Dagouto saat mereka tiba, kami datang pengejaran dua pucuk senjata, ini bukan dengan masyarakat sipil jadi kamu tinggal tenang tidak boleh mengungsi, Yulianus Kudiai keluar dari rumah pas tiba di halaman rumah  lalu kaget dengan tembakan dari arah depan rumah   30 Nopember 2011 jam 06.00 WPB di Dagouto, Boutai.
Keadaan Korban:  korban dapat ditembak bagian tangan kiri, semua otot dan urat hancur/putus, darah mengalir tidak bisa berhenti saat kejadian sampai tanggal 2 Desember 2011 terus mengalir darah tidak berhenti, akhirnya korban membungkus Plasitik supaya darah tamping di plasik. proses selanjutnya masyarakat tidak membawa ke rumah sakit dan perwatan dari rumah. Alasan tidak pergi karena kamu orang Papua juga ada rumah sakit sendiri jadi kamu berobat kamu punya rumah sakit sendiri. Pembicaraan ini di dukung juga dengan Pos Polisi bangun depan rumah sakit umum Paniai, dan pos ini di namakan pos pemeriksaan.
Saksi mata saat kejadian;
Nama                     : Yason Waine
Umur                     : 38 Tahun
Pekerjaan               : Gembala Sidang Dagouto
Suku                      : Mee
Agama                   : Kristen Protestan
Keadaan Korban:
Pelaku penembakan : Brimob Paniai
Tanggapan: saat pertemuan dengan tokoh Agama, tokoh pemuda, tokoh adat, kepala Kampung, tokoh perempuan, tokoh intelektuan ketemu dengan Brimob, saat itu Brimob katakan bahwa bukan dengan kamu jadi masyarakat tinggal diam beraktivitas seperti biasa, namun pada ujungnya yang menjadi korban adalah masyarakat sipil di Dagouto. Kehadiran Brimob ini bukan memberikan perlindungan melainkan membuat masyarakat tidak tenang.

Kehadir Brimob membuat ketakutan di kalangan umat/jemaat gereja dan masyarakat sipil akibat masyarakat sipil melarikan lewat hutan menuju ke kampung Eka, ketika memanjat tebung Gunug anak yang digendung terlepas jatuh di jurang akhirnya meninggal pada tanggal 29 Nopember 2011 dan pada tanggal 30 Nopember di kuburkan tempat pemakan Kopo Distrik Paniai Timur.

Nama                                 : jeri Keiya
Umur                                : 3 tahun
Jenis Klamin                     : Laki-laki
Suku                                 : Mee
Agama                              : Kristen Protestan
Pekerjaan Orang tua         : Petani

Berdasarkan pertimbangan kondisi riil   di atas kami pimpinan gereja merasa prihatin dengan kondisi dan situasi umat/jemaat yang mengalami trauma, dan ketakutan terhadap issu dan pengorbanan tersebut di atas. Menyadari situasi  yang sedang dialami masyarakat sipil yang menjadi “sasaran” atas tindakan keamanan, maka kami dari pimpinan Gereja-Gereja di Paniai menyampaikan beberapa hal sebagai berikut:
  1. Hentikan tindakan sewenang-wenang oleh gabungan aparat keamanan di Paniai yang mengkambin hitamkan “sasaran” masyarakat sipil.
  2. Kopolri melalui Kapolda Papua dan Kapolres Paniai segera menarik pasukan yang dikirim dari Kelapa II Jakarta  maupun dari Kalimantan karena tidak ada konflik di Paniai dan sampai saat ini Paniai aman, sesuai SURAT EDARAN Bupati Kabupaten Paniai No: 910/159/BUP/2011. Tertanggal 8 September 2011 nomor urut 5 berbunyi: “Dengan dipatahkan 2 (dua) anak panah secara adat pertanda seluruh wilayah Kabupaten Paniai aman dan damai”.
  3. Barang-barang disita maupun dihancurkan oleh aparat kemanan ialah barang milik masyarakat miskin yang dengan susahpayah mengadakannya dan barang-barang tersebut pun ialah alat-alat untuk mencari nafkah hidup keluarga. Oleh karena itu, pemerintah harus dan wajib bertanggung jawab menggantikan barang-barang yang disita dan dihancurkan aparat keamanan yang  berlangsung pada hari senin tanggal 14 – rabu 18 Nopember.

Dengan demikian pimpinan Gereja menghimbau Pemerintah, TNI, POLRI dan, TPN OPM tidak mengganggu umat kami baik umat Kristen Protestan,  Katholik  maupun Islam yang ada di Kabupaten Paniai karena bulan Desember adalah bulan Damai.  Sebaliknya kami ajak  umat tinggal tenang, mari menjaga diri dan keluarga,  kuasailah dirimu masing-masing dan jadilah tenang supaya umat/jemaat menyambut kedatangan sang Raja Damai (Yesaya 9:5) di tanah Papua teristimewa Paniai yang dewasa ini sedang dijadikan sebagai tanah atau situs ratapan anak  negeri’ dalam bulan damai (Desember) menjadi pembawa damai di tanah ini.